Minggu, 04 April 2010

Metode Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) Untuk Mencegah Terjadinya Kegagalan Kualitas

Sumber : http://www.managementfile.com/journal.php?id=77&sub=journal&page=quality&awal=0

Kualitas makin memegang peran penting, seiring dengan tingkat persaingan yang makin ketat. Tuntutan dari pelanggan semakin tinggi, mereka tidak hanya menginginkan harga yang bersaing, melainkan juga kualitas yang tinggi. Oleh karena itu, produsen semakin perlu untuk berfokus pada quality management demi mencapai sebuah quality excellence.

Salah satu tools yang bisa digunakan dalam quality management adalah Failure Modes and Effects Analysis (FMEA). FMEA adalah suatu metodologi dalam menganalisa masalah kualitas yang muncul sejak di tahap pengembangan. Dengan demikian, maka tindakan koreksi bisa langsung diambil, dan desain langsung bisa diperbaiki. FEMA awalnya mengklasifikasikan jenis failure mode yang muncul, kemudian menentukan dampaknya terhadap produksi, kemudian menjalankan tindakan koreksi.




FMEA terdiri dari beberapa jenis, antara lain sebagai berikut:
• Process: berfokus pada analisa proses manufaktur dan assembly
• Design: berfokus pada analisa produk sebelum proses produksi
• Concept: berfokus pada analisa sistem atau subsistem dalam tahap awal desain konsep.
• Equipment: berfokus pada analisa desain mesin dan perlengkapan sebelum melakukan pembelian
• Service: berfokus pada analisa jasa dari proses industri jasa sebelum diluncurkan ke pelanggan
• System: berfokus pada analisa fungsi sistem secara global
• Software: berfokus pada analisa fungsi software

Dalam menjalankan FMEA, yang langkah-langkahnya akan dijelaskan nanti, terlebih dahulu kita harus memahami 3 variabel utama, yakni:
1. Severity, yakni rating yang mengacu pada besarnya dampak serius dari suatu potential failure mode.
2. Occurrence, yakni rating yang mengacu pada berapa banyak frekuensi potential failure terjadi
3. Detection, yakni mengacu pada kemungkinan metode deteksi yang sekarang dapat mendeteksi potential failure mode sebelum produk tersebut dirilis untuk produksi, untuk desain, hingga untuk proses sebelum

Metode FMEA mengenal apa yang disebut dengan Risk Priority Number (RPN), yakni angka yang bakal menggambarkan area mana yang perlu jadi prioritas perhatian kita. RPN diukur berdasarkan pertimbangan rating dari ketiga faktor diatas, yakni severiry, occurrence, dan detection.
RPN = rating severity x rating occurrence x rating detection
Anda harus melakukan suatu tindakan koreksi, seandainya:
• severity menunjukkan angka 9 atau 10, karena dampaknya bakalan sangat serius, dan berpotensi menghasilkan kerugian yang sangat besar, atau;
• severity rating x occurrence rating menghasilkan angka yang tinggi, atau;
• tidak ada aturan khusus, lakukan judgement sendiri berdasarkan analisa RPN

Beberapa tindakan koreksi yang dapat Anda lakukan demi memperkecil angka RPN:
• berusaha untuk menghilangkan failure mode
• memperkecil besar severity dari failure
• memperkecil occurrence
• meningkatkan detection, dengan cara memperbaiki control

Langkah-langkah Implementasi FMEA

Jika Anda sudah memahami beberapa istilah dan variable dalam FMEA, maka selanjutnya berikut ini adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam
1. Pertama-tama, deskripsikan produk/proses dan fungsi yang meliputinya. Dengan memahaminya, maka nantinya akan bisa dianalisa produk/proses mana saja yang fungsinya ternyata menyimpang dari apa yang diharapkan.
2. Buat Block Diagram dari produk/proses. Block diagram ini menggambarkan komponen-komponen utama dan bagaimana mereka saling berhubungan satu sama lain.
3. Mulai membuat FMEA Form worksheet. Isi header-nya dengan informasi-informasi mengenai Product/System, Subsystem, Component, Design Lead, Prepared by, Date, Revision Date, dan informasi lain yang bisa Anda modifikasi sesuai dengan keperluan Anda.
4. Gunakan diagram tersebut untuk membuat daftar item atau fungsi
5. Identifikasi failure mode, yakni potensi yang mengakibatkan kegagalan. Failure mode ini bisa berasal dari komponen, subsystem, system, process, dan lainnya.
6. Terjadinya failure mode pada satu komponen dapat berpengaruh pada komponen lainnya. Daftar failure mode bagi tiap fungsi dari komponen harus dibuat, sekaligus diidentifikasi mengenai kemungkinan akan terjadinya. Sehingga, kita dapat mengetahui failure mode apa saja yang berpotensi terjadi secara mendetail.
7. Jelaskan pula mengenai failure effect yang diakibatkan oleh failure mode. Failure effect ini adalah dampak yang dihasilkan oleh failure mode pada fungsi produk/proses seperti yang dialami oleh pelanggan, baik internal maupun eksternal. Tentukan juga besar dampak severity-nya, menggunakan skala dari 1 hingga 10. Makin besar, maka dampaknya semakin besar dan serius. Rating ini membantu dalam menentukan prioritas masalah yang harus ditangani duluan.
8. Selanjutnya, identifikasi sebab-sebab dari tiap failure mode. Setiap sebab yang potensial harus diidentifikasi dan didokumentasikan.
9. Masukkan juga faktor probabilitas atau frekuensi, yang menunjukkan seberapa besar kemungkinan dari sebab tersebut terjadi. Skala yang digunakan juga
10. Lalu identifikasi juga control yang diterapkan saat ini. Kontrol desain atau proses adalah suatu mekanisme yang memungkinkan pencegahan terjadinya failure mode atau deteksi failure sebelum mencapai pelanggan.
11. Tentukan rating dari Detection, yakni berapa besar kemungkinan dari control yang ada sekarang dapat mendeteksi sebab dari failure mode, atau bahkan failure mode itu sendiri.
12. Tentukan Risk Priority Numbers, yang merupakan hasil kali antara rating severity, occurrence dan detection control
13. Identifikasi tindakan-tindakan yang dapat diambil, berdasarkan RPN yang muncul. Prioritaskan yang punya RPN tinggi.
14. Prediksikan RPN yang baru, dengan asumsi bahwa tindakan koreksi sudah diimplementasikan. Jika hasil RPN baru di bawah RPN yang sekarang, maka tindakan koreksi mungkin perlu. Pertimbangkan juga faktor lain seperti waktu, biaya, sumber daya, dan sebagainya.
15. Tentukan siapa yang bertanggung jawab terhadap tindakan koreksi tersebut, sekaligus tentukan tanggal yang menjadi tarfet
16. Setelah tindakan koreksi diambil, maka ukur kembali rating-rating tersebut, mulai dari severity, occurrence, hingga detection-nya. Evaluasi kembali rating RPN. Apakah perlu tindakan lanjutan?
17. Lakukan perubahan terhadap FMEA jika terdapat perubahan desain atau proses, sehingga mengakibatkan pengukuran dan tindakan yang berbeda juga nantinya.


Anda dapat melihat contoh-contoh dari FMEA disini:
http://www.npd-solutions.com/fmea_example2.jpg
http://web2.concordia.ca/Quality/tools/11failuremodeanalysis.pdf
http://www.fmeainfocentre.com/examples.htm

Dengan melakukan metode FMEA ini, maka Anda akan dapat mencegah terjadinya kegagalan dalam produk atau proses, sejak dari tahap awal. FMEA merupakan salah satu langkah quality management sekaligus risiko management. Hasilnya tidak hanya menurunkan risiko kegagalan, melainkan juga meningkatkan kualitas dari produk/proses.

RP/RP/dari berbagai sumber

Referensi:
http://www.hownwhy.com/FMEA/fmea_a_quick_refresher.htm
http://www.npd-solutions.com/fmea.html
http://web2.concordia.ca/
http://www.fmeainfocentre.com/
http://web2.concordia.ca/Quality/tools/11failuremodeanalysis.pdf

Tidak ada komentar: